Sidoarjo , RadarCNNnews.my.id – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang seharusnya menjadi solusi bagi masyarakat malah menjadi ladang pemerasan. Meski pemerintah telah menanggung biaya sosialisasi, pengukuran, hingga publikasi sertifikat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), warga tetap membayar biaya tambahan yang mencekik.
Lebih parah lagi, dugaan pungutan pembohong (pungli) oleh oknum petugas PTSL mencuat di lingkungan RT 18, 20/RW 07, dan RT 24/RW 08 Desa Kedungturi, Kecamatan Taman, Sidoarjo. Kejadian ini mencoreng program pemerintah dan terjadi pada Senin, 30 Desember 2024.
Berdasarkan data peserta PTSL tahun 2023, warga terpaksa merogoh kocek dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Salah satu warga berinisial MR mengaku diperas sebesar Rp600.000. Kasus serupa dialami ZA, yang harus membayar Rp900.000. Namun, yang paling mengejutkan adalah pengakuan MS yang dikenakan biaya fantastis sebesar Rp8.000.000 per sertifikat.
“Semua tarif PTSL diserahkan kepada petugas PTSL Desa Kedungturi berinisial FZ,” ungkap salah seorang warga dengan nada geram.
Kasus ini mengundang keresahan luas dan menjadi sinyal darurat bagi Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, serta aparat penegak hukum untuk bertindak tegas. Keberadaan oknum tak bertanggung jawab ini dinilai merusak kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah.
Skandal pungli serupa ternyata sudah pernah mencuat di Kecamatan Taman, melibatkan Kepala Desa Trosobo dan Kepala Desa Gilang. Kini, kasus serupa muncul kembali di Desa Kedungturi. Pertanyaan besar pun menyeruak: Ada Apa, Pak Camat?
Mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan pungli oleh pegawai negeri dapat dijerat Pasal 423 KUHP:
“Pegawai Negeri yang dengan tujuan menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain, secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa orang lain untuk menyerahkan sesuatu atau melakukan suatu pekerjaan untuk pribadinya sendiri, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 6 tahun.”
Jika bukan pelaku Aparatur Sipil Negara (ASN), mereka dapat diproses berdasarkan Pasal 368 KUHP:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain, secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, sehingga memberikan hutang maupun penghapusan kredit, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.”
Saat dikonfirmasi, Kepala Desa Kedungturi, Arifin, tidak berada di kantor. Melalui telepon, ia hanya menjawab singkat, "Maaf Mas, saya masih rapat di Sidoarjo," ucapnya.
Editor : Moses JF