DI DUGA DEBT COLLECTOR ANIAYA PENGACARA SENIOR DI DEPAN POLISI !!, ADV. RIKHA PERMATASARI, S.H., M.H., C.Med., KECAM KERAS DAN DESAK PROSES HUKUM
SURABAYA,14-Selasa-2025 RadarCNNNews.My.Id peristiwa pengeroyokan terhadap pengacara Tjetjep Muhammad Yasin atau yang akrab disapa Gus Yasin oleh sekelompok orang yang diduga debt collector telah memicu kecaman keras dari berbagai pihak.
Salah satunya adalah Adv. Rikha Permatasari, S.H., M.H., C.Med., yang mendesak tindakan hukum tegas atas insiden ini.
Peristiwa tragis tersebut terjadi pada Senin (13/1/2025) malam, sekitar pukul 18.30 WIB, di sebuah rumah makan di kawasan Griya Kebraon Selatan.
Saat itu, Gus Yasin hendak membeli makanan capcay sebelum melanjutkan ke masjid untuk melaksanakan salat Isya.
Namun, kedatangannya di rumah makan tersebut menjadi saksi insiden kekerasan yang melibatkan sekitar 10 hingga 15 pria bertampang sangar.
Menurut Gus Yasin, para pria tersebut mendatangi rumah makan dengan tujuan menagih utang kepada pemiliknya.
"Saya melihat situasi mulai memanas, jadi saya mencoba meredakan konflik. Saya sudah menjelaskan bahwa saya adalah seorang pengacara, tapi mereka tidak menggubris dan justru menyerang saya," ujar Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN) itu.
Tindakan brutal tersebut membuat Gus Yasin menjadi korban pengeroyokan. Perbuatan para pelaku ini jelas melanggar hukum.
Adv. Rikha Permatasari dengan tegas mengecam tindakan anarkis tersebut dan menegaskan bahwa perbuatan ini telah memenuhi unsur pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Adv. Rikha menjelaskan, para pelaku dapat dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan yang dilakukan secara terang-terangan.
Ancaman pidananya mencapai 5 tahun 6 bulan, atau lebih berat jika menimbulkan luka serius.
Selain itu, Pasal 351 KUHP juga mengatur ancaman pidana untuk penganiayaan, dengan hukuman maksimal hingga 8 tahun penjara.
"Debt collector harus memahami batasan hukum dalam menjalankan tugasnya. Tindakan kekerasan, intimidasi, atau ancaman bukan hanya melanggar etika, tetapi juga hukum. Jika mediasi tidak memungkinkan, maka langkah hukum adalah solusi terbaik," ujar Adv. Rikha.
Ia juga menyoroti pentingnya sertifikasi bagi debt collector melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
"Sertifikasi dan pemahaman hukum wajib dimiliki agar tidak ada penyalahgunaan wewenang seperti ini," tambahnya.
Adv. Rikha mengingatkan bahwa kekerasan tidak pernah menjadi solusi.
Peristiwa ini harus menjadi pelajaran bagi pihak terkait untuk menegakkan aturan hukum secara tegas.
Korban pengeroyokan, seperti Gus Yasin, berhak mendapatkan keadilan, dan para pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
Kasus ini kini sedang ditangani pihak berwenang, dan masyarakat luas menunggu tindakan tegas agar insiden serupa tidak kembali terulang.
(Red/Tim) Imam
Editor@yaya